Saturday, April 11, 2020

Menjaga Karya Saat Bekerja dari Rumah

Sebagian orang mungkin tidak percaya, jika saya mengatakan ada seseorang yang mendapatkan gelar profesor sekaligus jabatan tertinggi dari sebuah universitas ternama di dunia hanya dalam waktu empat tahun, setelah dinyatakan lulus sarjana. Orang tersebut adalah Isaac Newton, salah satu ilmuwan paling berpengaruh di dunia. Newton mendapatkan posisi sebagai Professor Lucasian dari Universitas Cambridge, Inggris  pada usia 27 tahun! Sebuah jabatan yang juga dipegang oleh fisikawan ternama Stephen Hawking pada masa berikutnya. 

Hal menarik dari Newton adalah, pencapaian tersebut ia raih berkat karya-karya besarnya yang justru tidak dilahirkan saat ia berkerja dan berkarya di lingkungan kampus. Namun saat ia berkarya dari rumahnya, di sebuah desa di Inggris, saat negara tersebut harus lockdown.
  
Kala itu terjadi sebuah peristiwa besar di Inggris yang dikenal sebagai The Black Death. Akhir tahun 1665 hingga 1666, sekitar seratus ribu orang meninggal dunia di kota London. Sebuah wabah besar akibat penyakit pes bubo (bakteri pestis yersinia) yang dibawa oleh kutu-kutu dari tikus-tikus got. Raja Charles II dan kalangan istana melarikan diri ke Oxford. Sebagian besar dokter, pengacara, pedagang dan kaum kaya berbondong-bondong meninggalkan London. Penduduk miskin terpaksa bertahan sambil menyaksikan wabah mematikan itu menggerogoti orang-orang terdekat mereka. Karena semua universitas ditutup, Newton pulang ke desanya di Woolsthorpe, Lincolnsire, sebuah desa yang jauh dari kota London setelah ia baru saja dinyatakan lulus sarjana dari Universitas Cambridge.





Newton adalah seorang ‘sizar’ sebutan bagi mahasiswa miskin dan dianggap kasta paling hina di dalam universitas, kala itu. Mereka melakukan pekerjaan seperti pesuruh dan pembantu mahasiswa-mahasiswa lainnya. Di aula makan, sizar hanya boleh memakan makanan sisa. Selama kuliah hingga lulus Newton diketahui memiliki nilai studi yang biasa-biasa. Justru studi mandiri yang dilakukan di rumah pada masa lockdown tersebut yang membuatnya berhasil menemukan dan mengembangkan teori–teori kalkulus, ilmu optika dan sumbangsih yang membuat namanya abadi hingga kini: Hukum Gravitasi. (Rankin, 1993).

Dalam kurun waktu dua tahun setelah wabah di London hilang akibat kebakaran besar, Newton kembali ke Cambridge dengan membawa karya–karyanya tersebut dan terpilih menjadi pengajar tetap di sana. Tidak perlu waktu lama, setelah dua tahun mengabdi di Cambridge, Newton diangkat menjadi Profesor Lucasian, sebuah jabatan tertinggi di Universitas Cambridge.

Kisah Newton tersebut semestinya dapat menginspirasi kita bahwa dengan bekerja dari rumah di tengah pandemi Corona Virus Disease (Covid-19) yang kini, tengah dialami negara-negara di dunia termasuk Indonesia, kita bisa tetap berkarya. Bahkan bisa lebih baik hasilnya.
 
Penulis pribadi mempercayainya, meski sebagian orang, mungkin tidak sependapat dan berpikir lain. “Itu Newton, sudah jenius dari sananya!, sedangkan kita?!” “Kita nggak perlu menghasilkan karya, untuk menghasilkan uang buat makan saja sudah cukup!”. Pemikiran tersebut wajar sekali muncul. Namun, bukan itu harapan dari tulisan ini dibuat. Kita memang bukan Newton, dan kita akan sangat sulit sekali menghasilkan karya revolusioner yang sertara dengan karyanya. 

Saya akan lanjutkan kisahnya. Semenjak kecil hingga masa lockdown, Newton masih tetap miskin. Jika ia hanya berpikir untuk perutnya maka ia bisa dapat langsung bekerja dengan membawa ijazahnya. Mungkin pula berkerja secara jarak jauh sama seperti kita. Ingat, ijazah yang dia bawa adalah ijazah dari Cambridge kala itu. Tentu ada kemudahan tersendiri ketika Newton menjadi salah satu alumninya. Tapi Newton tidak berfikir demikian. Ia lebih memilih untuk mengembangkan minat dan rasa ingin tahunya yang selama ini belum berkembang saat di kampus. Jika Anda membuka kembali biografinya, Newton justru merasa sebal dan terkukung dengan kurikulum Aristotelian yang diterapkan di Cambridge. Newton justru lebih mendalami pemikiran Galileo, Copernicus, dan Descartes yang saat itu belum banyak pendukungnya.

Satu lagi, Newton juga dikenal semenjak kecil sebagai orang yang eksploratif dan suka membantu, selain sifat keras kepalanya yang melegenda. Saat remaja Ia banyak membuat alat-alat ‘aneh’ meski untuk sekedar membantu kerabatnya bekerja.

Melihat kondisi kita saat ini, jutaan orang di seluruh dunia tinggal di rumah dan menjaga jarak sosial untuk mengantisipasi penyebaran pandemi Covid-19. Bahkan, banyak negara sudah memberlakukan pembatasan atau penutupan wilayah (lockdown) untuk meminimalkan pergerakan warga. Pembatasan wilayah dan menjaga jarak sosial, untuk sementara ini, dianggap solusi efektif untuk menekan laju penyebaran virus.

Bekerja dari rumah sesungguhnya menjadi tantangan tersendiri bagi para pekerja di usia produktif. Konsep tersebut barangkali tidak dapat diterapkan sama rata untuk semua orang, terlebih di negara kita. Beberapa orang mungkin tidak bisa bekerja atau berkarya dengan baik tanpa ada pengawasan langsung dari atasannya (Tietze, Nadin, 2011). Atau tidak bersama dengan rekan se-profesi.  Jika kita terpaksa harus bekerja dari rumah, mungkin beberapa kiat yang penulis rangkum dari perjalanan hidup Isaac Newton, dapat coba diterapkan. Sehingga kita bisa tetap dapat bekerja dan berkarya dengan sama baiknya atau bahkan lebih baik dibandingkan saat kita berkerja di kantor.

Mengelola Kreatifitas

Pertama adalah menumbuhkan dan merealisasikan minat atau hobi yang selama ini belum dicoba untuk dikembangkan. Syukur jika sejalan dengan profesi atau pekerjaan yang diemban saat ini. Jika tidak, kita perlu membuat waktu khusus untuk mewujudkannya. Di tengah  situasi global yang penuh disrupsi dan tantangan berat karena persaingan yang tinggi, seni untuk mengelola kreatifitas dan menjaga produktifitas tetap menjadi fondasi utama. Tidak ada yang dapat memberikan jaminan akan pekerjaan atau karier anda di masa depan. Jadi, tidak salah untuk mencoba dan mengembangkan sesuatu yang baru dari diri kita.

Selanjutnya adalah disiplin dalam mewujudkan capaian karya. Pada situasi seperti sekarang, target harian, mingguan, dan bulanan dapat menjadi alat yang baik untuk mengontrol kemajuan pelaksanan kerja dan karya seseorang. Tentu tidak mudah bagi kita dalam menjalankannya. Ini karena selama 120 tahun terakhir (semenjak revolusi industri) orang terbiasa dengan pola pikir akan bisa produktif jika berada di kantor. Meski harus tambal sulam atas target yang sudah dirancang, sikap optimis dan pantang menyerah harus tetap kita kedepankan.

Kiat yang terakhir adalah tetap menjaga kewarasan dengan berinteraksi bersama orang lain. Ancaman terbesar dari bekerja di rumah adalah hilangnya ikatan sosial yang penting dan dibutuhkan dalam menjalin kerja sama yang produktif. Untuk mengantisipasinya kita dapat memulainya dari keluarga di rumah. Meningkatkan kualitas kebersamaan bersama keluarga pada saat-saat seperti ini adalah suplemen terbesar kebahagian kita. Jika selama ini kita telah ‘abai’ dengan kewajiban kita di rumah, maka pada saat ‘karantina’ ini adalah saat yang paling tepat untuk memperbaiki segalanya.

Beberapa tahun lalu, perusahaan Google meneliti kelompok yang paling produktif berkarya di Google. Hasil terpenting yang didapat adalah untuk bisa membuat seseoran menjadi begitu produktif adalah justru faktor “keamanan secara psikologis” (Aulia, 2020). Untuk itu kita harus dapat membangun rasa aman pada diri kita dengan mendapatkan cinta kasih dari orang terdekat. Sehingga kita tidak akan merasa kesepian, karena kesepian sesungguhnya membuat seseorang merasa kurang termotivasi dan kurang produktif. 

Isolasi jangka panjang dapat berdampak pada moral dan produktivitas. Apalagi jika setiap hari terpapar berita yang mencemaskan. Namun, tetap berkomunikasi dan berinteraksi aktif dengan orang lain akan membantu meminimalkan stres dan bosan yang berpotensi memicu depresi. Salah satu langkah pendukung adalah dengan tetap menjaga jalinan sosial melalui komunikasi aktif yang saat ini dapat disalurkan melalui teknologi seperti panggilan video (video call). 

Ketika bekerja dari kantor maupun dari rumah, sentuhan dan pendekatan emosional yang senantiasa positif adalah hal yang tidak dapat dikesampingkan. Jadi, meski bekerja dari rumah, kita tetap melakukan upaya terbaik dalam menyelesaikan tugas dan karya. Inilah yang disebut sebagai Work From Heart (WFH) yang belakangan jadi tenar. Akhirnya, pelajaran besar dari kisah Newton mudah-mudahan dapat kita renungkan, dan bermanfaat. Semoga negeri ini segera terbebas dari wabah dan kita kembali beraktifitas seperti sediakala. [*]

No comments:

Post a Comment