Kala itu saya akan mengenalkan Azas Bernoulli kepada siswa. Metode pengajaran yang digunakan
adalah demonstrasi beberapa percobaanyang dibuat menggunakan bahan yang sangat
mudah diperoleh dan cenderung tak terpakai. Idenya seperti ini, pada mulanya
saya menunjukkan ke hadapan siswa beberapa demonstrasi yang menggunakan prinsip
Bernoulli tanpa memberitahukan konsep yang melatar belakanginya terlebih dahulu.
Kemudian saya mempersilahkan siswa untuk menjelaskan mengapa peristiwa tersebut
bisa terjadi. Atau, saya akan memberikan pertanyaan : Apa yang akan terjadi bila….? Saya sedikit mengusik intuisi dan
analisis mereka. Bagaimana caranya? Setiap percobaan tersebut dirancang
seolah-olah bertentangan dengan pikiran lazim, bahkan menimbulkan paradoks.
Padahal sesungguhnya tidak.
Beberapa percobaan tersebut saya lakukan
untuk mengantisipasi kurang minatnya siswa dalam belajar fisika kala itu. Sekaligus
setahap-demi setahap untuk menularkan sikap penasaran dan rasa ingin tahu
saintifik kepada mereka. Berhasil, sedikit banyak demonstrasi tersebut berhasil
menyita perhatian mereka. Yah setidaknya saya tidak melihat anak yang manguap
di kelas. Semua nampak antusias.
Saya akan sedikit menguraikan apa yang
saya lakukan dan saya jalani bersama para siswa saat itu kepada anda sekarang,
hingga klimaksnya memunculkan pengalaman hebat dan berkesan untuk saya.
Ada empat percobaan yang saya tampilkan kepada
mereka. Dari keempat percobaan tersebut, ada satu percobaan yang paling menarik
murid saya. Percobaan itu adalah meniup lilin dengan menggunakan sedotan. Mudah
sekali bukan? Namun, anda perlu mengetahui bahwa hampir semua murid saya salah
menjawab ketika saya beri soal : Apa yang
terjadi pada api lilin jika bapak tiup dari arah sini? Ada satu anak yang
tepat memperkirakan apa yang akan terjadi, namun sama sekali ia tak tahu
alasannya. Mereka semua masih meraba-raba, konsep apa yang sebenarnya saya sedang perkenalkan kali ini. Nah, cerita
yang membuat saya harus menahan malu pun dimulai.
Setelah menunggu beberapa saat dan tak ada
alasan benar yang dapat disampaikan oleh murid saya atas percobaan itu.
Kemudian saya melanjutkan demonstrasi percobaan itu dengan meniupkan udara ke
sisi kanan api lilin yang sedang menyala dengan sedotan yang tersedia. Karena
saking semangatnya dan merasa akan menunjukkan sesuatu yang baru dan hebat
kepada para murid, saya meniup udara dari mulut saya melalui sedotan dengan tanpa
ampun. Apakah yang terjadi? Api lilin tersebut malah mendekati sumber udara
yang mengalir. Percobaan saya berhasil. Azas Bernoulli bekerja. Murid-murid
saya terpukau dan sekaligus tertawa. Mengapa? Udara yang keluar melalui sedotan
tersebut sekaligus membawa muncratan air liur saya. “Hahaha!” semua anak
tertawa keras. “Jorok ih bapak!” salah seorang anak mengejekku. Muridku yang
lainnya pun tak puas bila tak mengomentari. Akhirnya terjadilah Bullying
siswa kepada guru di iringi tawa lepas yang membahana. Aduh, sambil menahan
malu saya mengelap lantai yang terdapat air liurnya dengan tangan. Untuk
menghindari ejekan yang lebih parah saya pun berdalih, “Ah itu mungkin emang
karena ada sisa air di sedotannya”. Ternyata tak berhasil. Murid-murid saya
semakin senang untuk meledek. “ Huuu!! Bapak alesan!”
Penderitaan saya tak sampai disitu,
ternyata ada beberapa guru lain yang menyaksikan dan ikut pula tertawa bersama
kami.
Kawan, siang itu saya belajar bahwa
seorang guru haruslah melibatkan rasa humor yang
baik dalam membangun suasana belajar yang kondusif. Rasa humor yang dimaksud
bukanlah kita sebagi guru harus menjadi seorang comic (istilah untuk para pelaku
stand up comedy) atau harus terus menerus membuat cerita lucu, sehingga hilang
wibawa kita di hadapan mereka. Bukan, bukan sama sekali. Rasa humor yang baik
yang saya maksud disini adalah bahwa kita harus mengakui kesalahan kita sendiri
dan berani menertawakan diri sendiri.
Pengalaman tersebut sungguh sangat sulit
bila saya jelaskan dengan alasan/nalar terbaik apa pun yang saya punya. Namun,
hati saya memiliki cara sendiri untuk meyakinkan kepada saya bahwa yang saya
lakukan adalah tepat dan baik. Bagisaya dan mereka. Hati
saya berujar bahwa saya telah mendapatkan sebuah bonheur sebagai
seorang guru.
Syukurlah,bonheursaya
semakin bertambah ketika hampir semua murid berhasil mendapatkan nilai yang
memuaskan ketika saya memberikan lembar evaluasi materi di akhir pelajaran.
Metode pengajaran saya berhasil.
Sampai saat ini saya sepakat dengan
Anda Tuan Pascal.
No comments:
Post a Comment