Friday, March 14, 2014

BONHEUR (Bag.2 -selesai)

Kala itu saya akan mengenalkan Azas Bernoulli kepada siswa. Metode pengajaran yang digunakan adalah demonstrasi beberapa percobaanyang dibuat menggunakan bahan yang sangat mudah diperoleh dan cenderung tak terpakai. Idenya seperti ini, pada mulanya saya menunjukkan ke hadapan siswa beberapa demonstrasi yang menggunakan prinsip Bernoulli tanpa memberitahukan konsep yang melatar belakanginya terlebih dahulu. Kemudian saya mempersilahkan siswa untuk menjelaskan mengapa peristiwa tersebut bisa terjadi. Atau, saya akan memberikan pertanyaan :  Apa yang akan terjadi bila….? Saya sedikit mengusik intuisi dan analisis mereka. Bagaimana caranya? Setiap percobaan tersebut dirancang seolah-olah bertentangan dengan pikiran lazim, bahkan menimbulkan paradoks. Padahal sesungguhnya tidak.

Beberapa percobaan tersebut saya lakukan untuk mengantisipasi kurang minatnya siswa dalam belajar fisika kala itu. Sekaligus setahap-demi setahap untuk menularkan sikap penasaran dan rasa ingin tahu saintifik kepada mereka. Berhasil, sedikit banyak demonstrasi tersebut berhasil menyita perhatian mereka. Yah setidaknya saya tidak melihat anak yang manguap di kelas. Semua nampak antusias.

Saya akan sedikit menguraikan apa yang saya lakukan dan saya jalani bersama para siswa saat itu kepada anda sekarang, hingga klimaksnya memunculkan pengalaman hebat dan berkesan untuk saya.

Ada empat percobaan yang saya tampilkan kepada mereka. Dari keempat percobaan tersebut, ada satu percobaan yang paling menarik murid saya. Percobaan itu adalah meniup lilin dengan menggunakan sedotan. Mudah sekali bukan? Namun, anda perlu mengetahui bahwa hampir semua murid saya salah menjawab ketika saya beri soal : Apa yang terjadi pada api lilin jika bapak tiup dari arah sini? Ada satu anak yang tepat memperkirakan apa yang akan terjadi, namun sama sekali ia tak tahu alasannya. Mereka semua masih meraba-raba, konsep apa yang sebenarnya  saya sedang perkenalkan kali ini. Nah, cerita yang membuat saya harus menahan malu pun dimulai.

Setelah menunggu beberapa saat dan tak ada alasan benar yang dapat disampaikan oleh murid saya atas percobaan itu. Kemudian saya melanjutkan demonstrasi percobaan itu dengan meniupkan udara ke sisi kanan api lilin yang sedang menyala dengan sedotan yang tersedia. Karena saking semangatnya dan merasa akan menunjukkan sesuatu yang baru dan hebat kepada para murid, saya meniup udara dari mulut saya melalui sedotan dengan tanpa ampun. Apakah yang terjadi? Api lilin tersebut malah mendekati sumber udara yang mengalir. Percobaan saya berhasil. Azas Bernoulli bekerja. Murid-murid saya terpukau dan sekaligus tertawa. Mengapa? Udara yang keluar melalui sedotan tersebut sekaligus membawa muncratan air liur saya. “Hahaha!” semua anak tertawa keras. “Jorok ih bapak!” salah seorang anak mengejekku. Muridku yang lainnya pun tak puas bila tak mengomentari. Akhirnya terjadilah Bullying siswa kepada guru di iringi tawa lepas yang membahana. Aduh, sambil menahan malu saya mengelap lantai yang terdapat air liurnya dengan tangan. Untuk menghindari ejekan yang lebih parah saya pun berdalih, “Ah itu mungkin emang karena ada sisa air di sedotannya”. Ternyata tak berhasil. Murid-murid saya semakin senang untuk meledek. “ Huuu!! Bapak alesan!”

Penderitaan saya tak sampai disitu, ternyata ada beberapa guru lain yang menyaksikan dan ikut pula tertawa bersama kami.

Kawan, siang itu saya belajar bahwa seorang guru haruslah melibatkan rasa humor yang baik dalam membangun suasana belajar yang kondusif. Rasa humor yang dimaksud bukanlah kita sebagi guru harus menjadi seorang comic (istilah untuk para pelaku stand up comedy) atau harus terus menerus membuat cerita lucu, sehingga hilang wibawa kita di hadapan mereka. Bukan, bukan sama sekali. Rasa humor yang baik yang saya maksud disini adalah bahwa kita harus mengakui kesalahan kita sendiri dan berani menertawakan diri sendiri.

Pengalaman tersebut sungguh sangat sulit bila saya jelaskan dengan alasan/nalar terbaik apa pun yang saya punya. Namun, hati saya memiliki cara sendiri untuk meyakinkan kepada saya bahwa yang saya lakukan adalah tepat dan baik. Bagisaya dan mereka. Hati saya berujar bahwa saya telah mendapatkan sebuah bonheur sebagai seorang guru.

Syukurlah,bonheursaya semakin bertambah ketika hampir semua murid berhasil mendapatkan nilai yang memuaskan ketika saya memberikan lembar evaluasi materi di akhir pelajaran. Metode pengajaran saya berhasil.

Sampai saat ini saya sepakat dengan Anda Tuan Pascal.

No comments:

Post a Comment