(Foto Oleh : Bya Nabila Aulia)
Laiknya pencuri malam yang akan menyusup di tengah kegelapan. Ia mengendap di perairan dangkal pantai Pangumbahan. Dan telah pula ia menyatu dengan kelamnya malam. Makhluk itu mulai memindai hamparan pasir pangumbahan yang kini telah menghitam. Inderanya bersiaga meniti alam pesisir. Keheningan adalah syarat pertama yang harus ada. Sunyi, tanpa hadirnya pemangsa adalah suatu keharusan. Bila semua telah terpenuhi, dia akan terus merangkak sekuat tenaga untuk maju menuju tempat. Tempat dimana generasi baru akan muncul. Setiap senti langkah yang ditempuh adalah bentuk perjuangan. Perjuangan yang akan menguras banyak energi.
Sampai pada sudut pantai yang ia anggap nyaman, kaki depan makhluk tersebut mulai menyekop pasir untuk lubang sandar tubuh besar-nya. Kemudian, kaki belakang mulai menggali liang untuk tempat bertelur. Satu hingga dua jam ke depan, butir-butir telur berisi generasi baru menggelinding ke luar. Tak lebih besar dari bola pimpong telur-telur tersebut saling bertumpuk. Usai proses bertelur selesai, sang induk meratakan lubang peteluran. Untuk mengelabui pemangsa, sang induk membuat sarang tipuan. Sekali lagi, upaya keras masih diperlukan untuk kembali pulang ke samudra Hindia yang telah menunggu.
Sekitar belasan meter di balik tepi pantai, tepatnya di lokasi konservasi penyu Pangumbahan. Kami semua menunggu dengan rasa cemas. Apakah kami beruntung dapat menyaksikan proses yang sangat menakjubkan dari makhluk tersebut? Belum ada yang bisa menjawab pasti pertanyaan kami kala itu.
Setelah kami menghabiskan makan malam dan mendengarkan penjelasan yang sangat menarik tentang konservasi penyu dari pak Zanawi. Perlu kawan ketahui bahwa Pak Zanawi ini adalah merupakan koordinator lapangan konservasi penyu Pangumbahan tempat dimana kami berkunjung. Deburan ombak meraung-raung beberapa meter dari kami dan kami masih juga diliputi rasa cemas. Keletihan perjalanan panjang juga tak mau lepas dari tubuh kami.
No comments:
Post a Comment