Friday, April 6, 2012

Surga Tersembunyi itu Bernama Pantai Pangumbahan (Bag.1)


(Foto oleh : Didi Kusmayadi)

Pagi menjelang di tengah-tengah perjalanan kami. Saya, rekan guru dan semua murid berhimpun untuk menyelesaikan suatu urusan. Sarapan pagi. Sekitar tiga-puluh menit berlalu, kami kemudian melanjutkan perjalanan menuju sebuah lokasi yang dikenal sebagai Ujung Genteng. Sebuah nama lokasi yang agak asing di telinga memang. Sebab anda dan kebanyakan orang lebih mengenl dengan Ujung Kulon, sebuah area konservasi badak langka. Secara geografis, keduanya memang sama-sama terletak di ujung pulau, di sisi barat pulau jawa. Ujung Genteng berada di selatan Sukabumi. Kami telah melewati jembatan Bagbagan berwarna kuning yang teletak sebelum pelabuhan ratu, kami belok kiri, melintasi sungai Cimandiri, lalu kami mulai menyusuri pegunungan di belakang teluk. Dari sini, teluk menghampar untuk dilirik. Siap menyihir dengan sedapnya pemandangan. Kira-kira tak sampai satu jam, kami semua benar-benar telah meninggalkan Pelabuhan Ratu. Kami telah jauh meninggalkan hotel samudera tempat destinasi pertama kami di sukabumi. Pemandangan di kanan-kiri telah berganti menjadi alam pegunungan. Sebuah alam pegunungan yang sangat jarang ditemui.

Sinar mentari siang masih menemani kami. Bus yang kami tumpangi mulai melambat. Menyusuri jalan yang meliu-liuk. Tak berapa lama, kami telah sampai di jalan besar yang cukup lengang yang membelah perkebunan teh dan menghubungkan Bangbang ke Kiara Dua. Perbukitan hijau teduh memagari kedua sisi jalan. Pemandangan nan elok itu telah membungkus rasa penasaran kami. Hingga beberapa diantara kami terlelap tidur.


Kira-kira sejauh 30 meter dari Bangbagan, saya sampai di persimpangan Kiara Dua. Bila kita berbelok ke kiri, kita akan kembali ke Sukabumi. Sementara di sisi kanan terpampang dengan jelas penunjuk jalan bertuliskan Jampangkulon dan Surade, dua kecamatan sebelum Ujung Genteng. Sesungguhnya jarak Ujung Genteng-Pelabuhan Ratu tidaklah terlalu jauh, ‘hanya’ 87 kilometer. Namun karena jalan yang harus ditempuh berkelok-kelok, waktu tempuh jadi terasa lama, sekitar tiga jam. Relativitas waktu hadir di sini.


Kami melewati desa kecil bernama Surade, tempat terakhir dan terlengkap untuk membeli segala kebutuhan yang diperlukan. Beberapa kali sempat kami berhenti di SPBU untuk mengisi bensin dan keperluan kebelakang. Selepas dari sini, kita akan melalui daerah sepi yang tak memiliki pertokoan. Alhamdulilah jalan di desa Surade relatif lurus sehingga kendaraan dapat dipacu lebih cepat. Kami berebut dengan waktu.


1 comment: